Saya kembali bertemu dengan satu nama lagi. Anehnya
pertemuannya unik dan tak terduga. Lalu, saya seakan terhubung olehnya. Entah
mengapa. Ketika membaca tulisannya, saya dapat merasai bagaimana ekspresinya
ketika makan, bagaimana ia sebegitu usahanya untuk menulis artikel, bagaimana
perjuangan ia sampai kini. Dan its so amazing!
Satu lagi, saya jatuh cinta dan wow banget. Website yang
nggak komersil, punya idealisme atau visi misi, dan pastinya bacanya nggak ada
kaidah jurnalistik kaku atau harus seperti feature. Ia terasa membebaskan
setiap jiwa yang berkecamuk dalam tulisannya. Apa saja bisa dijadikan tulisan.
Dari resto mewah, resto setengah mewah, hingga makanan jalanan yang maknyoss
abis.
Kini, kami pun terhubung baik secara email, facebook, maupun
(mungkin) batin. Kadang tiap perjalanan pulang di kereta atau di bus
Transjakarta saya suka berpikir, terheran-heran. “Gila itu orang terobsesi
banget yah bikin web, tulisannya bener2 banyak, nulisnya juga gak nanggung-nanggung.
Bebas banget, gak ada yang ngatur.”
Mungkin itulah yang membuat ratingnya tinggi sekali.
Bagaimana pun, ia bertahan dan berjuang
sendirian, meski harus keluar dari kantongnya.
Ia unik. Websitenya juga unik.
Saya jatuh cinta terhadap tulisan. Memang sebuah karya
tulisan ia harus dibebaskan. Biarkan kata-kata itu yang bercerita, anehnya ia
akan mempunyai jiwa. Saya percaya bahwa setiap tulisan mempunyai jiwa. Ruh. Ruh
itu bersemayam dalam diri manusia. Menunggu dibangunkan atau ia diasah secara terus
menerus. Makanya, saya yakin itulah yang membuat setiap karya menjadi
bestseller bahkan memiliki puluhan ribu peminat.
Saya peminat ia dan websitenya. Saya ingin kopi darat
dengannya. Ketika saya kali pertama bertemu dan mengobrol dengan Chik Rini, perempuan
asal Aceh yang menulis “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft” di Majalah PANTAU,
selama dua jam itu mata saya berkaca-kaca, terkagum-kagum dengannnya. Sesekali
menggelengkan kepala dan selalu mengecek rekaman.
Kak Chik, panggilan saya terhadapnya, seorang kontributor
Majalah PANTAU sekaligus salah satu dari dua wartawan PEREMPUAN Aceh yang waktu
itu berani terjun langsung ke konflik. Aceh masih dalam gejolak panas konflik.
Demi sebuah berita, ia tak memikirkan apa pun (bahkan kekasinya). Sampai suatu
hari di titik balik semua peristiwa yang dialaminya ia berpikir, “Untuk apa
saya melihat semua orang itu dibunuh dan saya hanya meliputnya saja? Saya hanya
diam. Padahal mayat itu dibunuh sadis oleh tentara Indonesia. Saya orang Aceh,
mereka juga orang Aceh. Apakah bad news is a good news?”
Terlalu banyak darah yang ia lihat, katanya. Sekalipun ia tak
pernah takut. Nalurinya sebagai wartawan dan keinginannya mengejar berita ter
up to date berhasil. Karyanya “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft” diterjemahkan
ke dalam bahasa Jepang dan diterbitkan di media massa di sana (saya lupa nama
medianya).
Tentu saja, karyanya menjadi perbincangan di media massa
Jakarta baik di Utan Kayu, Komunitas Tempo, dan kalangan wartawan.
Saya ingat dua jam itu, dengan mata berkaca-kaca serta ucapan
gila ini perempuan. Kata-kata itu muncul nggak habis-habisnya. Sama halnya
seperti saya membaca email dari pemilik website. Mata saya berkaca-kaca dan
berkata, “Gila, hidupmu dipenuhi keberuntungan. Mimpi jadi nyata.”
Kedua nama itu tetap membuat saya wow amazing. Benar-benar
luar biasa perjuangan mereka dalam menjelajah kehidupan ini. Usaha tiada henti
meski terselip kelelahan. Rasa suka dan cinta selalu mereka salurkan dalam
kata-kata.
Itulah Chik Rini.
Serta itulah pemilik dan penulis website http: www.wisataseru.com adalah Catur Guna Yuyun
Ang atau biasa disapa Mba Yuyun. Semangatmu akan mengalir kepada saya (ceileh,
hihiii) dan “Tulisan adalah taste,” katanya pada saya di awal paragraf email.
Yups, tulisan adalah rasa.
Pagi hari di 26 Oktober 2011, semoga hari ini tidak terik dan
membuat gosong kulit wajah saya. Semangattttt…
===>> PS: Mba yun, selamat atas bayi yang sedang kau kandung dlm rahim. semoga sang ibu dan bayinya sehat selalu.. amin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar