Perjalanan pagi yang luar biasa. Kala bangun kesiangan, ritual mandi selalu ngantri di rumah, tergopoh-gopoh mengejar kereta menuju stasiun. Atau mungkin kejadiannya seperti ini; telat mengejar kereta jam 07.50, menunggu sampai jam 08.18 lalu bengong di bangku stasiun. Menunggu kereta yang sama, di stasiun yang sama pula dan menuju stasiun yang sama.
Kira-kira tiga sampai empat kali rutinitas ini berlaku. Kadang kala, hanya dua kali dalam satu minggu. Uniknya, saya selalu memandang seseorang.
Laki-laki. Berjaket merah. Ia juga suka memakai kaos panjang abu-abu nan lusuh. Bercelanakan pensil. Bersepatukan skets converse classic; hitam putih. Suka memainkan handphone Nokia jadul miliknya. Berambut gondrong sebahu. Juga tak ada senyuman di sana. Jarang sekali.
Warta Kota, Kompas, Koran Tempo, Koran Jakarta, Indo pos, serta Tabloid Nova terpampang di depannya. Stasiun Pasar Minggu, Peron 2 menuju Jakarta, Kota.
Sejak kereta pagi melesat menuju Jakarta, Kota maupun Depok dan Bogor, ia sudah siap sedia di sana. Duduk bersila, di depan koran-koran tersebut. Di atas korannya ada angka 1.000, 1.500, dan 2.000. Ketiga angka nominal tersebut menjadi penghasilannya.
Saya menaksir umurnya, mungkin ia sekitar 20, atau bahkan seumuran dengan saya. Usaha yang berbeda dalam menjalani hidup. Perjalanan pagi yang berbeda di antara kami. Setiap Senin, saya selalu menghampirinya. Ia berkata, "Koran Tempo mba? Warta Kota?"
Tersenyum melihatnya. Ketika Rp 2.000 dikeluarkan ia berkata terima kasih. Dan tumben ada seburat senyum di bibirnya. Pagi ini, saya kembali menemui dan melihatnya seksama. Ingin mencermati sesuatu. Tingkahnya. Ucapannya kepada pembeli. Keramahtamahannya. Dan segala sesuatu itu.
Ia kembali tetap di sana. Kemarin, esok, maupun lusa. Duduk bersila sambil memainkan handphone di gengamannya. Masih berambut gondrong sebahu, kurus dan tinggi. Masih berjaket merah. Sayangnya, saya belum sempat menanyakan namanya, mengobrol, dan memotret dirinya hingga kini.
Besok saya akan melakukannya. Lihat saja. Di stasiun Pasar Minggu antara jam 07.30 dan 08.30, saya akan menemuimu.
#10.51 WIB pada 12 Oktober 2011, di jengah stagnan otak. Kata-kata tak mau keluar dari pikiran ini#
jadi penasaran... aku mw ngecek juga ah siapa lelaki berjaket merah itu. hehe...
BalasHapushey Roe, apa kabar? tunggu saja tulisan berikutnya... heheeee...
BalasHapusalhamdulillah sehat2 wal'afiat neng tia..! ditunggu kelanjutannya. :)
BalasHapusyahh dgn sungguh kecewa mas Roe, belum ada kelanjutannya.. saya blm ketemu lagi dgn laki-laki dlm peron 2 itu. saya kesiangan bangun.. heheee.. ^^
BalasHapushai edelweiss...
BalasHapussatu hal yang langsung menarik dari tulisanmu itu.....'memainkan handphone digenggamannya...
jadi berpikir...sekarang ini siapa sih di jakarta atau di muka bumi ini yang gak punya handphone?
tukang bersih-bersih tanam di kompleks rumahku aja punya handphone...
kebutuhankah? atau...cuma ikut2an...hhhmm??
lelaki itu siapa ka? ibnu kah? hahahaha
BalasHapusarumanis:
BalasHapussemua orang di dunia ini saya pikir sudah punya hp bahkan hp yg jadul sekalipun. entah alasannya karna apa. sepertinya saya harus menanyakannya, heehee..
Julia:
BalasHapusbeuh, apakah ibu sudah sampai ke stasiun pasar minggukah???
saya pikir sudah ada kelanjutan nya malam ini. hehe... rupa2nya belum ada.!
BalasHapusia yg blm ada.. saya sudah mencarinya sampai empat hari tp entah mengapa ia belum muncul mas Roe.. heheee..
BalasHapusKeren.!!!
BalasHapusWahyu Eko; makasih atas kerennya.. ^^
BalasHapus