Menunggu
Layang-Layang. Sebuah anologi milik dee dalam Madre. Jika anologi
tersebut bisa disamakan sepertimu, maka kamu itu ibarat layang-layang.
Jika ditarik kencang, akan tercekik namun jika diulur kian panjang
seperti terbebas.
Tiap
waktu, layang-layang itu digenggam. Memilikimu seperti sebuah harta dan
impian. Memimpikanmu menjelang tidur hingga terbawa ke dalam alam
mimpi. Apakah impian itu kamu? Apakah layang-layang tersebut akan
terbang?
Tak
tahu dengan pasti bagaimana cara menerbangkannya. Mungkin harus ada
kursus khusus untuk menerbangkannya. Memelajarinya seksama dan menghapal
tiap langkahnya.
"Seorang
perempuan harus bisa membebaskan lelakinya." Kutipan itu yang saya
dapatkan belakangan ini. Teoritisnya sudah oke, tapi untuk aplikasinya
saya harus jungkir balik jumpalitan mewujudkannya. Sangat susah sekali.
Bagaimana
bisa membebaskanmu dengan sebebasnya? Padahal ingin sekali hati
mendengar suaramu tiap jam, bertemu denganmu setiap hari dan curhat
kepadamu tiap malam. Semua rasa yang ingin dilepas kembali menjadi semu.
Tak berwujud. Seperti impian kita dalam pembebasan tanpa sangkar.
Lingkaran
itu tetap ada. Ikatan itu masih tergenggam erat. Layang-layang itu
masih ada di tangan saya. Belum kembali diterbangkan. Menunggu waktu
yang tepat menerbangkanmu. Seikat tali sudah dipersiapkan. Ancang-ancang
jurus terbang pun sudah ada. Sekarangkah waktunya? Atau esok dan
esoknya lagi? Kapankah??
Saya
terhempas, duduk di atas gundukan pasir ini. Lelah. Menghela nafas
dalam-dalam. Ingin dilepas namun tak kuasa. Sembabnya mata pun sudah tak
berguna.
Layang-layang itu masih berada di samping saya #14 September 2011, magrib, pukul 17.56 WIB#
layang-layang ya? analogi yang menarik!
BalasHapusiya ila.. layang2 selalu menjadi analogi yg menarik dlm hidup ini, layaknya cinta. Cinta itu pun seperti layang2 yg slalu dpt ditarik ulur. Analogi layang2 ini terinspirasi dari kumcernya Dee yg jdulnya Madre..
BalasHapus