Saya kira, pada hari itu saya akan berefleksi sebentar; mencoba merenung apa yang telah terjadi dalam hidup dengan bersanding angka dua puluh tiga. Saya kira juga, akan ada kamu di samping hingga hari berakhir; bersama malam dan bintang. Guess what, ternyata saya menyukai taman itu ketika kita merayakan angka dua puluh tahun. Iya, di taman itu.
Kala saya dengan tergesa dari kampus mencoba merayakan denganmu, pergi ke sana menggunakan angkutan umum. Di tengah jalan, kamu terlupa dan lucunya lupa itu kamu sebut. Tak kuasa menahan tawa, saya cengar cengir sendiri.
Lalu, kita akan duduk berdampingan; memandang langit, memesan secangkir kopi yang berharga Rp 2.000,- dan meminumnya bersama-sama, memesan kopi lagi dan lagi, ngerokok, dan tak lupa pula dengan sahabat setia kami.
Dalam memandang langit tersebut; ada kelip bintang di sana, ribuan bintang indah, kemudian mata kami akan berada pada satu dinding malam yang sama, duduk berdampingan dan kehangatan menyelimuti. Tak ada cumbu, hanya sebuah kemesraan tiada akhir. Serta satu pembicaraan tiada akhir, yang bernama harapan. Harapan itu membuat kami hidup dan merasainya.
Dalam sahabat setia kami; ada buku dan pena. Serta kata-kata.
Biasanya kamu akan membawa beberapa lilin-lilin kecil, entah untuk saya tiup atau hanya sebagai pajangan. Namun, kamu membawanya. Kadang kami melakukan sebuah ritual peniupan lilin, tanpa kue tart atau fruit cake. Sebuah kado kecil itu hadir, bernama Sajak Hari Lahir. Sama halnya dengan Sajak Perjalanan yang kamu berikan ketika hari wisuda saya.
Namun, hari ini dalam angka dua puluh tiga saya kelelahan dan menghabiskan hari dengan teman-teman kantor. Nyanyi ulang tahun dan meniup Tiramisu Holland Bakery, memotong dan memakannya bersama mereka. Makan seafood sampe keblenger di SF.6, Pantai Mutiara, Pluit, Jakarta Utara. Seberang meja makan kami ada laut di sana. Sungguh hari yang berbeda dengan lingkungan yang baru pula. Pengalaman yang excited!
Malamnya, bukan di tengah taman tapi di atas kasur dalam kamar, saya pun berefleksi dan merenung hidup saya. Apa yang ingin saya cita-citakan dalam hidup ini. Pikiran bekerja tapi tetap saja merasa kesepian. Tanpamu. Kesal!
Satu hal yang pasti adalah; saya bersyukur atas hidup yang begini adanya, dalam keluarga demokratis yang mecintai saya, kekasih yang suka berantem tiap hari, kata-kata yang selalu setia menemani dan Tuhan. Karena-Nyalah saya masih hidup dan bernafas di dunia. ^_^
Saya pernah diangka itu 23 dan cerita menjadi luar biasa :)
BalasHapuscerita di angka 23 itu belum selesai non.. to be continue.. hahaaa...
BalasHapuswah romantis tuh lilin tanpa kuenya ka hhaha
BalasHapushahahaaa met.. jadi yah ritual tiup lilin itu tetep ada, hanya saja tanpa kue.. hihiii...
BalasHapuskau lilin-lilin kecil, walau hanya mampu menerang sekitarnya, tapi tanpanya.....?
BalasHapusBung dede Supriyatna;
BalasHapusoh saya lilin-lilin kecilmu yah.. hihiiii.. berarti tanpa saya kamu gelap dunkss.. Owalah kayak jaman baheula yg belon ada lampu yaa.. hahaaa...