Hidup Setelah Sarjana

16 April 2010, kurang lebih sebulan lalu, bertepatan dengan ultah sahabat naek gunung saya, Saila. Hari besar dalam hidup saya. Jadi sarjana dengan title S.Kom.I (Sarjana Komunikasi Islam, kata Pudek Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM). Sedangkan kata ijazah yang baru saya ambil seminggu yang lalu; S.Sos.I (Sarjana Sosial Islam). Mana yang bener? Saya sih nggak mau ambil pusing. Tau deh yang mana!

Setelah jadi sarjana, saya punya beberapa plan rasional dalam hidup saya. Ingin ke Pare, belajar bahasa Inggris sekitar dua atau tiga bulan di sana. Butuh modal, gengsi nggak mau ortu biayain. Jadi, kerja di riset marketing dulu. Riset melakukan kunjungan ke Jabodetabek, interview, bikin laporan, dapet honor. Pengalaman, pastinya. Tiga minggu kerja, bosen. Malah mikir, apa yang mau dicari ilmunya di sini? Udah bisa ketebak. Alias nggak seru lagi. Bosen.

Ijin dari kantor, bilangnya mau urus ijazah. Seminggu ngilang, tau-taunya keasikan di rumah. Ujungnya bilang resign. Dalam hati teriak horeee… Kata otak, bego lo! Hahahaaa… bodo amat!

Tiga minggu kerja; bangun jam 6 pagi, berangkat jam 8, sampe transjakarta Pasar Rebo 15 menit kemudian, bengong di Transjkt, nikmati sambil mikirin apa aja, Jam 9 tepat sampe kantor. Ngopi depan warkop kantor dulu, ngobrol2 nggak karuan ma temen se-tim. Pembagian jobdesk riset harian, kunjungan seharian, pulang sampe rumah paling telat jam 9 malam. Jam 11 molor.

Di kampus; ketemu dosen di kampus, dia minta nomer saya, katanya mau masukin di media nasional tempat dia kerja. Amin… semoga saja!

Di kampus juga; Ketemu tiga dosen di kampus, dinasehatin panjang lebar, saya cuma terduduk diam. Intinya; kamu harus pada jalur disiplin ilmu dan cita-cita kamu yaitu Menjadi Wartawan. Glek! Nelen ludah saya.

Sms sobat kampus, curhat sepanjang rel kereta. Hasilnya hanya kata-kata; ringkasnya salahnya mereka nggak bikin media buat mahasiswa/i yang mau jadi wartawan. Masa iya?

Pacaran; di mana aja, masih pada topik yang sama, cara yang sama; ngobrol ngalor ngidul sambil ngopi, ngerokok, memandang hujan, senja, makan bareng, jalan bareng, dan tetap pada persoalan dahulu kala; beranteemm tiap jam dan baikan pada jam berikutnya bahkan keesokan harinya.

Di rumah; bangun tidur, nyuci, nyapu, ngepel rumah, ngepol kebon segede gaban, nonton tv, ajak main si bontot, main laptop, internetan, ngomel-ngomel sama bontot, kadang-kadang nyubit sama jitak kepalanya. Tak lupa pula nina boboin bontot.

Di rumah juga; bisa ngetik apa aja yang mau ditulis, baca buku apa aja yang mau dibaca, kadang-kadang bikin kopi sampai bercangkir-cangkir, makan sampai perut buncit, menikmati senja tiba dari jendela kamar, dan terpenting fesbukan.

Kini; ada tawaran kerja reporter lagi. Sambil mikir-mikir, terima nggak yah? CV udah dikirim. Terima nggak yah? Tapi kan saya sudah kirim banyak CV ke media nasional. Jadi wartawan, minimal editor. Terima nggak yah?? Mikir-mikir sampe bengong, nggak bisa tidur dan curcol mulu sama pacar.

Terima nggak yah??? Kalo diterima, nanti kalo tiba-tiba dapet panggilan kerja yang dipenginin gimana.. Gubrak! Jedotin kepala ke tembok#HidupSetelahSarjana#

Pasar Minggu, 26 Mei 2011 pkl 23.31