Sabtu, 25 September 2010

“Berakhir pada…..”

Ini bukan mengenai sebuah persimpangan atau di antara. Ini seperti rasa yang menguap dan tak pernah usai untuk dinikmati, disusupi dengan manis. Lalu hilang entah kemana.

Cinta ini bukan seperti “Aku Ingin” Sapardi. Cinta yang sederhana, manis dan ramah.. Bukan pula seperti desiran angin yang sejuk. Kini, tak sesederhana itu, rumit. Barangkali ia seperti “Peluk”-nya Dee. Tak berbentuk meski telah berjalan kian tahun. “Semuanya kembali kepada aliran masing-masing….”

Masing-masing, ketika tidak pernah bertemu, ketika kosong itu memang begitu adanya. Tiada dalam wujud masing-masing.

Kala itu, tak berkata, karena hanya terasa tentram di hati ini. Tanpa diketuk, atau dikutuk untuk selalu jatuh cinta. Tanpa itu semua, ia bersemayam. Ia yang ia, entah apa, entah siapa, entah bagaimana. Tak terpenting proses utamanya, yang terpenting proses selanjutnya, ketika ia berkecamuk dan meminta tinggal. Tapi kamu tak bisa tinggal. Sudah tak ada tempat apapun yang bisa kamu tinggali. Tidak ada satu pun.

Rumah itu telah musnah binasa, sejak bertahun-tahun lalu. Ia yang ia, ia yang terasa tentram dalam hati ini, menghancurkannya berkeping. Jadi, bukankah lebih baik semuanya kembali kepada aliran masing-masing? Kembali kepada diri dan kesemuan pada awal. Semoga kalian berbahagia usai duka ini….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar