“Maaf, ini siapa? Ada perlu apa dengan ****. Langsung saja dengan saya pemred-nya, “ jawab saya masih dalam ketidaktahuan.
“Saya mau complain nih. Berita ini nggak bener! Ini berita bohong!” suara di sana semakin keras.
“Maaf ibu, berita yang mana? Mau complain statement yang mana?” tanya saya semakin ragu.
“Ini berita tentang perpustakaan **** nggak bener.”
Begitulah asal muasal dari ketegangan pada pemberitaan di newsletter TUINS Edisi 1 Tahun 2010 pertengahan Januari lalu.
Setelah telepon yang lumayan pelik tersebut, saya mengambil inisiatif untuk menghadap ke ruangannya pada sore harinya sekitar pukul 16.00 WIB. Dengan begitu bisa diketahui titik persoalannya.
Maka, sore harinya dengan ditemani pimpinan umum LPM INSTITUT, saya ke ruangannya. Seorang wanita setengah baya berumur sekitar 50 tahunan memakai gamis panjang. Selintas terpikir seperti nyak di rumah. Jadi iba di dalam hati.
Obrolan panjang selama kurang lebih satu setengah jam, sangat pelik. Di satu sisi, ia tidak mau mengalah. Mungkin karakternya yang seperti itu atau yang sudah uzur. Kami berpikir jika persoalan ini lebih panjang maka kami pun bisa memanggil pihak organisasi jurnalistik dan para senior INSTITUT untuk mendampingi bahkan untuk mendukung kami dalam permasalahan coverboth sides. Tentu pula, dengan para narasumber INSTITUT yang kami wawancarai serta pihak yang bersangkutan.
Tapi, kami mengambil jalan tengah dengan ‘hak jawab’ sebagai solusi dari permasalahan ini. Pertama, permasalahan yang dicomplain oleh pihak tersebut tidak 100% adalah kesalahan dari yang mengcomplain karena kami juga turut salah. Dan itu sudah diurus dengan reporter. Toh, wartawan juga manusia.
Kedua, pihak yang mengcomplain tetapi kekeuh bahwa berita tersebut bohong setelah diskusi yang berlangsung alot maka dengan ‘hak jawab’ kami menerima.
Tapi, bukan di sana letak kehebatannya. Selang satu minggu kemudian, salah satu pihak perpustakaan tersebut datang ke sekretariat dan mengatakan dengan adanya tulisan ini, kepala pengelola perpustakaan lebih rajin bekerja dan selalu datang lebih awal. Tidak seenak dahulu. Syukurlah, ternyata sedikit membawa perubahan, dalam hati kami.
Tidak banyak orang yang menyakini bahwa sebuah tulisan dapat membawa perubahan. Bahkan dalam kampus ini. Masa sekarang bukan seperti zaman reformasi ’97 lalu yang dengan serempak dapat membawa perubahan kepada bangsa.
itu foto asli punya gw. kenapa? kerennya. tulisan terkadang bukan untuk dipikirkan, tapi dirasakan
BalasHapus