Mawar putih. Untuk terakhir kalinya, perempuan merasa mawar putih itu adalah akhir dari segalanya. Sebuah kesucian cinta dan keindahan kisah berakhir dengan pilu. Dan untuk terakhir kalinya, perempuan merasa ini adalah akhir dari kebahagiaan bersama. Semuanya terhempas.
Akhir adalah akhir. Atau mungkin akhir adalah awal bagi kesemuan rasa. Kata ‘berpisah’ itu kembali hadir, menyentak dengan hebat, kembali menunjukkan kegagalan perasaan dari perempuan. Ia mengetahuinya dan tak bisa berbuat apa-apa.
Apakah harapan kebahagiaan itu kembali tiada? Entah apa pun konsep kebahagiaan tersebut? Yang diinginkan perempuan adalah hanya kebahagiaan. Persetan dengan kebahagiaan bersama ataupun sebutan nama indah yang selalu diberikan oleh masa lalunya.
Tapi, semuanya seperti jentikan jemari yang kian menghilang. Setiap kali berbunyi, secepat itu pula kebahagiaan menghilang.
Kembali ‘berpisah’, dengannya, dengan dirimu dan dengan harapan kosong perempuan. Kembali menjadi kosong. Tak terisi.
Kini, tak ada siapa pun di sini, di hati perempuan. Yang ada hanyalah seonggok harap kosong dengan langkah lunglai. Perempuan merasa gagal, tak mempertahankan setiap cinta yang hadir dalam hidupnya. Sepertinya, ia harus mengikhlaskan segalanya, setiap perpisahan yang tak jemu hilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar