Setiap kali merasa bahwa ada sebuah jalan yang terbaik yang harus dipilih di antara pilihan-pilihan yang lain, maka saatnya untuk memilih yang terbaik. Tapi, di saat bahwa itu semua dirasa sudah menjadi yang terbaik justru sebaliknya.
Hidup ini tercipta karena terdapat banyak pilihan di dalamnya. Manusia sebagai makhluk sosial serta subjek dari kehidupan ini memiliki peranan penting dalam lakon yang diperaninya.
Ia bukanlah yang terbaik dari segala pilihan yang ada. Ia hanya datang secara ‘kebetulan’, tanpa disadari semakin menyelusup perlahan dalam hidup yang menjadi lakon diri ini.
Ia bukanlah seseorang yang lebih daripada sebelumnya atau memliki segalanya dibandingkan lain. Ia tak punya apa-apa. Hanya sebuah jiwa polos murni yang belum tersentuh oleh namanya ‘cinta’.
Ia bukanlah pahlawan, seperti kata orang-orang. Bukan lantaran ia menolong seorang perempuan hina maka ia disebut sebagai pahlawan. Bukan! Ia hanyalah seseorang yang merasa harus menolong perempuan tersebut. Ia adalah ia dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Ia adalah ia dengan segala sesuatu yang ada dalam dirinya.
Saat itu, dalam waktu yang terasa begitu sempit. Dalam himpitan makna yang menjadi kosong. Emosi yang merajai, rasa penat yang telah kian menghantui.
Kala itu… sebuah kata ‘perpisahan’ kembali terlontar tajam. Entahlah. Mungkin situasi ini terlalu kejam hingga membuatnya terseret terlalu dalam.
Ia terlalu suci, hingga membuat perempuan takut menyakitinya. Pada suatu saat perempuan menyadari telah menyakitinya. Ia dengan dirinya yang angkuh, penuh ego namun dalam matanya itu, ia sungguh menyayangi perempuan. Perempuan tahu itu tapi keadaan membuat seperti ini. Perempuan harus seperti apa?
Kala itu… saat semua sudah terjadi, yang terlihat hanya punggung yang kian menjauh. Perempuan memanggil ia beberapa kali namun ia tak menengok. Ah, sudahlah. Air mata ini malah kian jatuh. Ah, buang jauh-jauh apa yang dinamakan air mata.
Kini, dengan kepala dingin, perempuan dan ia duduk bersebelahan. Mengatur setiap nafas, tiap kata-kata yang dahulu banyak, mencerna setiap apa yang ada dan mengulang semua kenangan. Satu keputusan yang disepakati bersama itu telah hadir, memaknai setiap rangkaian kisah. Setiap emosi yang ada dan peristiwa tak tergantikan.
Ini bukan yang terbaik. Ini hanyalah sebuah pilihan yang harus dipilih, sebuah jalan yang harus dilewati. Karena pada jalan itulah, setiap langkah akan kembali terangkai. Dan ini bukanlah yang terbaik.
Ia dan ia dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Perempuan dan perempuan dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Kala itu… menjadi epilog bercampur prolog pada kisah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar