Tidak ada yang menginginkan sebuah hubungan kasih berakhir dengan perpisahan. Perempuan yakin itu dan mengetahuinya dengan amat sangat. Rasanya akan sangat menyakitkan.
Perempuan ingin mendesripsikan bagaimana rasa sakit itu tapi hati serta pikiran ini, jiwa serta raga ini tak sanggup menggambarkannya. Semuanya terasa abstrak, semu dan tak jelas. Samar. Rasa itu memang hanya bisa dirasakan bukan dideskripsikan.
Sama halnya seperti jatuh cinta, kita tidak pernah tahu kapan rasa itu hadir. Tiba-tiba saja rasa cinta itu ada dan menghiasi hari-hari. Tanpa kita tahu kapan cinta itu menyapa dan masuk ke relung hati ini. Mungkin seperti itulah, bagaimana terciptanya titik akhir dari sebuah hubungan.
Perpisahan. Iya, satu kata panjang, perpisahan. Cukup menggoreskan luka dalam yang belum tentu dapat disembuhkan nantinya. Walau mungkin proses penyembuhannya panjang atau pendek.
Sebelum berbicara mengenai proses penyembuhan, tentunya bagaimana tercipta sebuah perpisahan sangatlah sukar diamini. Terdapat proses pemberontakan hati dan pikiran untuk menolak itu semua, menolak apa yang dinamakan perpisahan. Tidak ada seorang pun yang ingin berakhir, berpisah dengan emosi dan penuh air mata, sampai kepada titik equilibrium tak setara antara kebahagiaan dan kesedihan. Semuanya bercampur aduk. Semuanya menjadi irrasional karena keinginan hati untuk mengungkapkan kebenaran bahwa kami sudah tak sejalan, bahwa memang ini sudah waktunya.
Cinta kami tak sejalan. Kami sudah berada di persimpangan jalan sejak masa yang terlampau lama, hanya kami saja yang tak menyadari. Kami terlalu naïf akan cinta, kami terlalu buta, tak ada yang menyadarkan kami akan semua hasrat ini.
Tak bisa lepas satu sama lain, mungkin itulah alasan kami selalu kembali kepada posisi semula, memaafkan dan berusaha menghilangkan segala luka itu. Padahal bagaimana luka itu bisa terobati bila terjadi terus menerus seperti sebuah pengulangan tiada akhir?
Sampailah perempuan kepada titik akhir dari hubungan ini yaitu lelah. Lelah akan perjalanan ini. Bukan maksud untuk melupakan semua masa lalu itu, tapi hanya menyimpannya ke dalam kotak kenangan yang lain, ke dalam sudut hati yang takkan bisa tersentuh oleh orang lain. Karena hubungan kami sangat indah, tanpa bisa diketahui oleh siapa pun. Hasrat serta nafsu. Keinginan serta ketakutan dan beragam rasa lainnya.
Perpisahan ini adalah jalan yang terbaik, di antara egoisme pribadi kami. Ego besar pada diri kami masing-masing. Perpisahan tidak bisa dielakkan karena memang sudah terjadi sejak awal, sejak hubungan kami masih dalam hitungan beberapa bulan.
Sepertinya sejak baru berumur jagung, lima atau enam bulan. Tentu kau tak menyadarinya. Padahal telah ada beragam gejala-gejala dari setiap rasa sakit dari terluka. Kita hanya tak menggubrisnya dan membiarkan semuanya terlewati begitu saja. Seakan-akan semua masalah bisa terselesaikan oleh waktu dan keyakinan cinta kita. Tapi, maaf sayang…. Keyakinan cinta kita rapuh. Sangat rapuh.
Untuk apa mempertahankan sesuatu yang kita sudah ketahui ujungnya adalah perpisahan. Mempertahankan hubungan itu ternyata lebih sulit daripada menjalani sebuah hubungan baru. Perempuan mengerti itu semua.
Pada akhirnya, kisah perempuan dan laki-laki itu telah berakhir. Mungkin tidak bagimu, tapi bagiku itu sudah berakhir. Maaf, ini sulit. Perempuan mengetahui itu. Hubungan ini sudah rapuh sayang…..
Dan kini…. perempuan tetap berdiri dengan kokoh terhadap pilihan dan keteguhan hatinya. Entah bagaimana dan sampai kapan. Perempuan hanya menjalani takdir serta garis hidup yang entah siapa menggariskan untuknya. Ia hanya mengetahui bahwa ini jalannya dan memang sudah begini adanya. Tanpa ia tahu bagaimana dua tahun bahkan lima tahun lagi….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar